Sebagai bentuk komitmen tinggi untuk melakukan kolaborasi pembangunan, para pemimpin negara pulau dan kepulauan yang tergabung dalam Archipelagic and Island States Forum/AIS Forum bersepakat akan melaksanakan High Level Meeting (Pertemuan Tingkat Tinggi) AIS Forum. Pertemuan tingkat tinggi ini sedianya akan diselenggarakan pada tahun 2020, namun tertunda akibat dampak pandemi Covid-19. Dalam rangka mempersiapkan penyelenggaraan HLM di 2021 dan guna menjaga momentum kolaborasi bersama antar negara, maka penyelenggaraan HLM akan diawali dengan pertemuan tingkat Menteri ke 3 negara-negara AIS pada 25 November 2020. Pertemuan tingkat Menteri ini akan mengusung tema “Fostering Solidarity Between Archipelagic and Island States: Towards a Sustainable Ocean Future.”
Sesuai tema penyelenggaraan pertemuan, para Menteri negara AIS Forum akan membahas kelanjutan kolaborasi nyata untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang bersumber dari lautan sesuai konteks negara-negara pulau dan kepulauan. Rencana kerja yang akan diusulkan dalam pertemuan tingkat pejabat tinggi untuk disepakati dalam pertemuan tingkat Menteri telah dirancang sepenuhnya berlandaskan prinsip-prinsip Kerja sama AIS Forum antara lain kolaborasi dan inklusivitas.
Sekretariat AIS Forum yang mempersiapkan rencana kolaborasi dan aksi konkret yang akan disepakati dalam Pertemuan Tingkat Menteri negara AIS Forum menyampaikan bahwa secara umum rencana kolaborasi AIS Forum di masa depan akan berlandaskan pada tiga pilar utama yakni membangun kerangka kebijakan untuk mendorong evidence-based policy making, memudahkan replikasi contohcontoh baik dari berbagai negara AIS dan menfasilitasi penerapan teknologi informasi melalui inovasi anak muda di negara-negara AIS.
Penerapan prinsip kolaborasi, solidaritas, dan inklusivitas sangat penting dalam konteks AIS Forum. Sebagai forum yang terdiri dari 47 negara pulau dan kepulauan di seluruh dunia, dan sebagai forum yang terdiri dari negara-negara dengan level pertumbuhan ekonomi, kedewasaan institusi pemerintahan, maupun luas teritorial yang sangat unik dan beragam, program dan kolaborasi yang dilaksanakan dalam AIS forum tidak hanya harus menjawab tantangan pembangunan dan persoalan bersama (common challenges) negara AIS forum namun juga harus memastikan seluruh negara AIS dapat terlibat, berkontribusi dan menerima manfaat dari kolaborasi yang dilaksanakan. Lebih dari itu, mempertimbangkan kondisi pasca pandemi Covid 19 yang dihadapi berbagai negara AIS Forum, rencana kolaborasi yang akan dilaksanakan juga harus responsif terhadap post-pandemic economic recovery measures yang akan dilaksanakan oleh berbagai negara AIS Forum.
Sejak awal pembentukan, Indonesia memiliki peran yang penting dan strategis dalam AIS Forum. Melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Indonesia memulai inisiasi pembentukan AIS Forum di tahun 2016 bersama United Nations Development Program (UNDP) dan berhasil membangun komitmen pembentukan kerja sama antar negara pulau dan kepulauan pada tahun 2017. Pada tanggal 22 November 2017, delegasi negara pulau dan kepulauan di kawasan Asia Pasifik yang hadir dalam konferensi AIS sepakat untuk membentuk forum.
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan mendorong terus kepemimpinan Indonesia dalam kolaborasi strategis antara negara-negara dalam kerangka AIS Forum. “Begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh Indonesia, seperti rentannya perubahan iklim yang ekstrem, penangkapan ikan yang serampangan, polusi di berbagai area baik polusi udara, laut dan sebagainya, negeri ini harus menjadi garda terdepan dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada,” ujar Menko secara tegas. Menurutnya, sudah saatnya komunitas global lebih memperhatikan isu dampak perubahan iklim terhadap laut karena laut menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat dunia. “Tidak boleh ada ada orang yang merasa negara kepulauan di ignore (diabaikan) dalam isu kelautan dan perubahan iklim,” sambung Menko Luhut dalam forum pembentukan AIS tersebut.
AIS Forum secara resmi di deklarasikan melalui deklarasi bersama Manado (Manado Joint Declaration) yang di selenggarakan tanggal 1 November 2018. AIS Forum disepakati pada Sidang Tingkat Menteri yang dihadiri 21 negara inisiator dari seluruh dunia termasuk dari Kawasan Samudera Pasifik, Samudera Hindia, Samudera Atlantik, maupun negara pulau dan kepulauan di kawasan Asia, diantaranya Republik Indonesia, Republik Cape Verde, Republik Kuba, Republik Siprus, Republik Fiji, Republik Guinea-Bissau, Jamaika, Jepang, Republik Malta, Republik Demokratik Madagaskar, Papua Nugini, Republik Filipina, Saint Christopher dan Nevis, Republik Seychelles, Republik Sao Tome dan Principe, Singapura, Republik Demokratik Sosialis Sri Lanka, Republik Suriname, Republik Demokratik Timor Leste, Kerajaan Tonga, Britania Raya dan Irlandia Utara.
Sejak awal pembentukannya, AIS Forum dirancang sebagai forum terbuka, inklusif, yang akan menjadi simpul kerja sama dan kolaborasi konkret berbagai negara-negara pulau dan kepulauan diseluruh dunia. Kerja sama dalam AIS forum berfokus pada empat area kerja sama utama bidang pembangunan dan kelautan yakni implementasi ekonomi biru (circular economy), adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, penanggulangan polusi laut (terutama sampah plastik di laut), dan tata kelautan dan kemaritiman yang lebih baik. Forum ini bersifat terbuka, komplementer, dan terintegrasi, berfungsi sebagai wadah bagi seluruh negara pulau dan kepulauan dalam menghasilkan solusi konkret dari berbagai tantangan yang ada. Hal ini juga sejalan dengan SDG ke-14 yang menekankan konservasi dan penggunaan sumber daya kelautan yang berkelanjutan. Sampai saat ini, AIS Forum telah memiliki beberapa rangkaian kegiatan yang mengusung berbagai tema seputar kemaritiman, melalui berbagai aspek dan perspektif yang merujuk pada visi forum ini.
Di tahun berikutnya, pertemuan Tingkat Menteri kedua dari AIS Forum diselenggarakan di Manado pada 1 November 2019, dihadiri oleh 25 negara partisipan dan empat organisasi internasional. Mengangkat tema Ecotourism, forum ini berfokus pada berbagai inovasi berbasis teknologi, ekonomi biru, dan ekotourisme berkelanjutan. Tidak hanya itu, pertemuan AIS Forum 2019 ini juga dirangkaikan dengan pelaksanaan Startup and Business Summit.
Menko Luhut dalam kesempatan pelaksanaan pertemuan tingkat Menteri kedua negara AIS Forum ini mengatakan bahwa Ia mendukung AIS Forum untuk melakukan akselerasi kolaborasi antar negara AIS dengan memanfaatkan sektor ekonomi digital sebagai salah satu pendorong utama dalam konsep smart and innovative solution. Menko Luhut menyatakan bahwa AIS forum dapat menjadi wadah untuk membuka peluang untuk membangun dan memajukan ekosistem startup di Indonesia dan negara- negara peserta AIS terutama di wilayah Pasifik. “Sekaranglah waktunya untuk mentransformasikan komitmen menjadi aksi untuk menciptakan masa depan yang terbaik bagi para generasi muda,” ujar Menko Luhut saat menutup pertemuan negara-negara Forum Negara Kepulauan dan Negara Pulau (AIS) di Manado, Jumat (1-11-2019).
Sebagai bentuk tindak lanjut dari Startup and Business Summit 2019 yang telah sukses diselenggarakan, AIS Forum membentuk AIS Blue Startup Hub pada awal 2020 yang menjadi jembatan bagi para startup dari negara-negara partisipan AIS Forum untuk bertemu dengan investor, memberikan wadah bagi para komunitas yang memiliki visi dan misi yang sama, serta memberikan kesempatan bagi para startup yang sedang berkembang untuk mengikuti program AIS Blue Startup Hub Mentoring Program dimana seluruh startup yang berpartisipasi dapat berbagi ilmu dengan para ahli di industri startup dari berbagai negara guna mengembangkan startup mereka. Program tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan produktivitas para anggota startup guna mencari solusi terbaik dalam menghadapi krisis lingkungan kelautan yang sedang kita alami dan juga mendukung perkembangan ekonomi masyarakat.
Menurut Menko Luhut, banyaknya bencana alam yang terjadi seperti kebakaran hutan, angin topan, kekeringan, atau pemutihan karang dan polusi laut, yang sebagian besar terjadi karena ulah manusia, dibutuhkan tindakan pencegahan segera yang dilakukan bersama. “Karena sebagian besar negara partisipan adalah negara kepulauan maka tindakan pencegahan harus segera dilakukan,” tegasnya.
“Tugas kita bukan hanya ini, karena sebagian besar masyarakat kita masih hidup dibawah garis kemiskinan, tidak ada pilihan lain selain membuat inovasi dan solusi cerdas dalam mitigasi dan adaptasi. Inovasi ini saya harap dapat direplikasi sesuai dengan konteks masing-masing negara,” ujar Menko Luhut. “Ini membuka ruang kerja sama baru bagi sesama negara-negara partisipan, pelaku bisnis juga generasi muda,” katanya. Christophe Bahuet sebagai Kepala Perwakilan United UNDP Indonesia mengatakan UNDP mendukung langkah-langkah yang dilakukan baik secara global maupun lokal, terutama komitmen Indonesia untuk menjalankan Sasaran Pembangunan Berkelanjutan dan beliau juga menjelaskan bahwa SDGs menjadi perhatian utuh bagi AIS Forum, khususnya SDG ke-13 tentang Aksi Iklim dan SDG ke-14 tentang kehidupan di bawah air.
“Forum AIS telah menjadi wadah bagi kami untuk mencapai SDGs, UNDP juga menekankan pentingnya inovasi dan kemitraan untuk membangkitkan semangat seluruh negara partisipan, sehingga secara kolektif kita dapat menciptakan berbagai inovasi demi kepentingan dunia,” ujarnya. Kedepannya, diharapkan berbagai rangkaian kegiatan AIS terus mewarnai dan memberikan kontribusi nyata bagi negara-negara partisipan.