Di udara, angin bertiup pelan.
“Tapi dinginnya bukan main”, kata Ibu penjual pentol kuah di Waterfront Kampung Dalam Bugis, Pontianak. Padahal awan pun tak tampak, mestinya cuaca begitu hangat. Keseluruhan pemandangan di langit didominasi warna biru. Cerah. Setelah harus beberapa hari melewati hujan deras, warga Pontianak akhirnya dapat menyaksikan tenggelamnya matahari.
Spot paling pas, tentu saja: Waterfront Kampung Dalam Bugis, Pontianak.
Pesawat yang numpang nyebrang di cakrawala khatulistiwa, pun, sepertinya turut takjub dengan pesona sunsetnya.
“Waterfront”, begitu ia disebut. Membentang dari sudut ke sudut, menyambungkan yang putus, dan menyatukan yang renggang. Waterfront Pontianak menjadi wajah baru setelah disulap dengan aksen Pontianak yang kental.
Warna hijau dan kuning melengkapi ukiran kayu di sepanjang Waterfront.
Tak ada wajah ceria yang tak disentuh cahaya matahari kala itu: seorang lelaki yang memancing, seorang anak remaja yang merenung, ataupun penjual jajanan, tak luput dari sinar mentari yang tenggelam.
Walau jauh di seberang sedang dirundung duka, atas peristiwa yang begitu berat dirasa, semoga matahari di Pontianak bisa segera menyembuhkan luka kita semua.
Pontianak, 24 Januari 2021.